“Ki, ana sering mendengar beragam pendapat orang ketika mereka ditanya bagaimana mereka memaknai kehidupan dunia ini, ada yang mengatakan bahwa kehidupan dunia ini panggung sandiwara, ada yang mengatakan hidup ini perjuangan, dan lain sebagainya, menurut Aki sendiri bagaimana ki…?” Tanya Maula.
“Menurut hemat Aki, kehidupan dunia ini adalah pengabdian Nak Mas….?” Jawab Ki Bijak.
“Kehidupan dunia ini pengabdian ki…..?” Maula baru mendengar pendapat seperti itu.
“Benar Nak Mas, hidup dan kehidupan kita didunia ini semata untuk mengabdi kepada Allah swt, lain tidak, sesuai dengan firman_Nya dalam Surat Ad-dzariyat ayat 56…..” Kata Ki Bijak sambil mengutip ayat dimaksud; 56. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
“Akan halnya orang yang berpendapat bahwa dunia dan kehidupannya merupakan panggug sandiwara ki….?” Tanya Maula
“Setiap orang berhak memiliki pendapat yang berbeda dalam memaknai kehidupan ini Nak Mas, tapi coba Nak Mas perhatikan ada apa saja diatas panggung sandiwara….” Kata Ki Bijak.
“Banyak sekali ki, dalam sebuah pementasan, beragam karakter dan peran ada, ada orang yang kaya, ada orang yang miskin, ada orang yang baik, ada juga orang yang jahat, ada yang ta’at, ada pula pembangkang, ada bromocorah, ada juga ksatria, ada raja, ada juga hamba, ada orang alim, ada pula orang jahil, hampir menyerupai kehidupan nyata ki…….” Kata Ki Bijak.
“Menyerupai memang, tapi takkan sama, Nak Mas tahu bedanya…? Bedanya adalah apa yang ada diatas panggung sandiwara itu hanya pura-pura, hanya kebohongan…, kalau ada yang kaya, tidak berarti ia kaya beneran, pun kalau ada yang miskin, kemiskinannya pun bohongan..;
“Kalau ada yang taat, maka ketaatannya bohongan, bukan ketaatan yang sebenarnya, ketaatannya semata hanya ingin tampil baik dihadapan penonton, ketaataanya hanya ingin pujian, bukan lahir dari ketulusan dan keikhlasan…”
“Pun demikian karakter dan peran lainnya, semuanya hanya pura-pura dan bohongan…., Nak Mas bisa bayangkan kalau kehidupan kita ini disamakan dengan peran actor dipanggung sandiwara, maka Nak Mas akan mendapati orang yang taat kepada Allah, tapi taatnya bohongan, taatnya hanya kalau ada keperluan, taatnya hanya disaat ditimpa kemalangan, taatnya hanya karena ingin jabatan, taatnya hanya karena ingin pujian, taatnya hanya kamuflase, betapa orang yang pura-pura taat ini akan menderita kerugian yang sangat, karena Allah hanya akan menerima ketaatan yang didasari keikhlasan dan ketulusan sebagai pengabdian seorang mahluk kepada khaliqnya…….” Kata Ki Bijak.
“Iya ya ki…., kalau ada orang shalatnya hanya sandiwara agar dibilang orang yang shaleh, apa jadinya ya ki…? Atau ada orang yang gembar gembor menganjurkan orang lain shalat semata karena sandiwara, hanya karena ingin dipuji, ini juga menjadi lucu…..” Kata Maula.
“Pun kalau ada orang yang shaumnya hanya sandiwara, karena malu sama teman dan keluarga, shaum semacam ini tidak memiliki nilai apapun disisi Allah swt…..” Kata Ki Bijak,
“Atau kalau ada orang yang zakat dan sedekahnya hanya sandiwara, hanya karena ingin disebut dermawan, zakat dan sedekah semacam ini pun tidak memiliki nilai apapun disisin Allah….”
“Apalagi pergi haji, yang sangat mudah disisipi oleh perasaan riya, hajinya karena kebanyakan harta, hajinya hanya sandiwara, maka haji semacam inipun tidak lain hanya menghabiskan uang tanpa makna…….” Kata Ki Bijak lagi.
“Kalau shalatnya hanya sandiwara dan pura-pura, zakatnya pura-pura, hajinya pun pura-pura, mungkin dapat surganya pun surga-surgaan ya ki…….” Kata Maula lagi.
“Mungkin saja seperti itu Nak Mas, mereka yang bersandiwara dalam ibadah, akan memperoleh kebahagiaan (surga) sesaat dari pujian orang lain didunia ini, karena yang mereka sembah pun sebenarnya bukan Allah, tapi tuhan-tuhanan, bisa tuhan yang bernama harta, tuhan yang bernama tahta atau bahkan tuhan bernama wanita…” Lanjut Ki Bijak.
“Iya ki…., akan halnya dengan mereka yang memakna kehidupan ini dengan perjuangan ki….?” Tanya Maula.
Ki Bijak menarik nafas panjang, “Kata perjuangan sebenarnya sangat bagus, hanya kadang kita kerap salah memaknainya, dengan kata perjuangan sering ditafsirkan untuk selalu ‘berperang’ dan ‘bertempur’, sehingga mereka yang memaknai hidupnya dengan perjuangan, sering terjebak dengan makna yang mereka buat sendiri, kehidupannya selalu diwarnai dengan ketidak tenangan, mereka seakan selalu berhadapan dengan musuh, mereka selalu merasa dikejar-kejar, mereka selalu merasa harus buru-buru, dan lain sebagainya…, maka perjuangan yang seharusnya bermakna positif, tidak jarang malah menjadikan kehidupan seseorang seakan selalu berada dimedan pertempuran, jauh dari kedamaian, jauh dari ketenangan, jauh dari rasa persahabatan…..”
“Lain halnya ketika kita memaknai kehidupan ini sebagai pengabdian kepada Allah semata, pengabdian tidak pernah menuntut upah, pengabdian tidak pernah ingin pamrih, pengabdian tidak pernah mengharap pujian, pengabdian adalah keikhlasan dan ketulusan, pengabdian adalah penyerahan diri secara total kepada Allah swt tanpa pretense apapun…..”
“Insya Allah, dengan kehidupan seperti ini, kita tidak terbebani ketika Allah mewajibkan kita menjalani syari’at_Nya, bahkan ketika Allah menyuruh kita untuk bangun malam, untuk tahajud, dengan dasar pengabdian, maka tahajud bukanlah beban…”
“Pun ketika Allah memerintahkan kita mengeluarkan sebagian harta kita, mereka yang menyadari bahwa perintah itu adalah ujian terhadap pengabdiannya, maka ia akan dengan sangat rela dan ikhlas membelanjakan hartnya dijalan Allah….”
“Orang yang memaknai hidupnya sebagai pengabdian kepada Allah,tidak akan mengeluh ketika harus menahan lapar dan dahaga untuk shaum, orang yang memaknai hidupnya sebagai pengabdian, akan menjalankan apapun yang diperintahkan Allah dengan sungguh-sungguh dan disertai keikhalasan……” Kata Ki Bijak panjang lebar.
“Benar Ki…,ana setuju, hidup adalah pengadian kepada Allah swt……” Kata Maula sambil menyalami Ki Bijak untuk pamitan.
Sumber: http://www.insanislam.com